16 Oktober 2009

Farid : Saat di Padang

Mendapat kabar untuk berangkat ke Padang Senin (05/10/09) sekitar pukul 11 siang.
Awalnya, disuruh berangkat esoknya atau Selasa, ternyata si bos berubah pikiran dan menginginkan gw berangkat hari itu juga.
Beruntung, pesawat available pukul 15.45.
Tiba di Bandara Minangkabau pukul 17.30, dan masih teraaaaang.
Akhirnya sampai juga di Sumatera Barat.
Bandara penuh.
Yang berharap cemas akan bertemu keluarga,
yang sibuk akan membawa bantuan,
sampai yang excited akan menemukan cerita yang bisa dikabarkan seperti saya.
Menuju gedung Telkom untuk menginap disana.
Ramaiii.
Tidak menyangka, liputan bencana akan sedemikian serunya.
Melihat landmark landmark kota Padang yang rusak.
Hotel ambacang, Gedung DPRD, Gedung kampus, Gedung pemerintahan, Mal dan plaza.
Ah, semuanya rusak.
Esoknya lebih kaget lagi.
Berkunjung ke daerah Pariaman, tepatnya ke Ulakan Pakis.
Sepanjang perjalanan di desa, rumah rusak berat dan hancur.
Bertemu dengan satu keluarga yang sangat optimistis.
Gw nggak pernah merasa hidup susah, merasakan merekapun tidak merasa susah.
Padahal, mereka sedang dalam kondisi pantas untuk merasa susah.


Hari lainnya, gw mencoba menangkap kesibukan menjadi seorang relawan.
Mengantar distribusi makanan ke Pariaman.
Disana sudah ada satu tenda besar dengan kesibukan relawan yang sedang memasak.
Ada yang masak nasi, masak telur, mempacking, dan membungkus.
Dibantu dengan anak anak korban gempa.
Tidak, mereka tidak diam bersedih.
Mereka berlari, mereka tertawa, mereka bermain sepeda.
Mereka korban, tapi mereka tertawa.

Hari lainnya, mengunjungi pasar, sekolah dan bank.
Di pasar, bertemu seorang ibu pedagang yang masih ketakutan kalau kalau pasar akan rubuh ketika gempa kembali lagi.
Tapi, dia tak berhenti berjualan.
Tumpukan cabe merah, bawang merah, kol terus dikipasi untuk mengusir lalat.
Di sekolah, langit langit kelas ambruk. Dinding retak.
Ada yang tidak masuk? Ada. 15%. Yang hadir untuk belajr? 85%.
Mereka belajar di bawah tenda bantuan.
Mereka bersedih dan marah?
Tidak, sang guru bercerita lucu. Dan mereka tertawa.
Saat tim Selamat Pagi masuk ke tendapun, mereka sangat ramah dan lagi, mereka tertawa.

Apa artinya?
Apakah memang karakter warga Sumatera Barat yang tidak gampang menyerah?
Karakter mereka yang terbiasa merantau hingga sangat mudah beradaptasi dengan keadaan?
Atau memang hadapilah bencana dengan senyuman? Jadi, semuanya akan terasa lebih ringan?


"farid & anak-anak korban gempa"


"farid mardhianto"

1 komentar:

Maya mengatakan...

mungkin bisa jadi..karena karakter mereka yang membuat mereka tegar menhadapi segalanya,, so sweet!!! wakkakakak
salam kenal:)